Kemiskinan Ekstrem Terdeteksi di Empat Kabupaten di Gorontalo

Kemiskinan Ekstrem
Nelayan Uwedikan, Luwuk Timur, Banggai sedang menangkap ikan menggunakan pukat tradisional. Foto/Zulkifli Mangkau, Japesda.

Pojok6.id (Gorontalo) – Jaring Advokasi Pengelolaan Sumberdaya Alam () menggelar Lokakarya dengan tema “Memperkuat Konservasi Laut dan Pengelolaan Perikanan Skala Kecil Berbasis Masyarakat”, Selasa (28/12/2021), yang dilakukan secara hybrid: luring, bertempat di hotel Maqna Gorontalo dan daring menggunakan aplikasi zoom.

Menjadi salah seorang narasumber, Ketua Ikatan Sarjana Kelautan Indonesia (ISKINDO), M. Riza Damanik, PhD mengungkapkan bahwa tingkat kemiskinan ekstrem masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil sangatlah tinggi. Ironi itu ia dapati saat menjadi peserta sidang komite perikanan dunia yang membahas tentang konsorsium perikanan.

“Alasannya, mereka hanya dijadikan sebagai objek, bukan subjek dalam program-program pengentasan kemiskinan,” katanya.

Read More

Di Gorontalo sendiri, lanjut Riza, data bersumber dari kantor Sekretariat Wakil Presiden RI, terdeteksi berada di empat kabupaten, yaitu Bone Bolango, Pohuwato, Kabupaten Gorontalo dan Boalemo. Empat wilayah ini memang berada di wilayah pesisir. Selain itu, ia memaparkan bahwa indeks tingkat kesehatan laut yang ada di Indonesia berada pada angka 65, sementara rata-rata skor indeks kesehatan laut berada pada angka 70. Indonesia berada pada rangking 137.

“Kami ingin mengusulkan untuk meningkatkan Osean Health Indeks (OHI) agar diterapkan dan ditingkatkan di tingkat provinsi. Karena ada tingkat kemiskinan yang lebih tinggi di pesisir dari pada yang non pesisir,” terang Riza.

Presiden menargetkan tahun 2024 untuk mengentaskan kemiskinan ekstrem yang ada di Indonesia menjadi 0%. Menurutnya, perlu kolaborasi yang kuat untuk mewujudkan cita-cita besar itu.

Saat memberikan pengantar sekaligus membuka kegiatan lokakarya, Direktur JAPESDA, Nurain Lapolo menyampaikan bahwa lokakarya ini bertujuan untuk mengetahui peluang dan tantangan pengelolaan perikanan skala kecil yang dapat diterapkan kepada masyarakat pesisir yang ada di desa-desa dampingan JAPESDA.

“Sebab angka kemiskinan yang ada di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil cukup tinggi. Pengelolaan perikanan skala kecil berbasis masyarakat bisa menjadi peluang untuk mengikis jurang kemiskinan ini. Tentu saja jika dilakukan secara kolaboratif,” jelas Ain.

JAPESDA sudah mulai mendorong itu sejak beberapa tahun belakangan, lewat pintu masuk perikanan gurita. Dirinya berharap akan ada kolaborasi yang lebih intens lagi untuk mencapai tujuan yang besar ini. Dan tentu saja menjadikan masyarakat sebagai subjek, alih-alih menjadi objek.

“Ironi memang, Indonesia dengan potensi sumber daya perikanan, tapi masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil masih banyak yang berada di jurang kemiskinan,” katanya.

Lokakarya juga menghadirkan unsur pemerintah Provinsi Gorontalo, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Gorontalo, Sila Botutihe dan Kepala BAPPEDA Provinsi Gorontalo, Budiyanto Sidiki. Kadis Kelautan dan Perikanan memaparkan soal kebijakan-kebijakan tentang kelautan dan perikanan yang ada di Provinsi Gorontalo.

Sementara itu, Kepala BAPPEDA lebih banyak memaparkan tentang pentingnya data sektor perikanan untuk perencanaan di Provinsi Gorontalo. Data sangat penting, tetapi pendataan di Provinsi Gorontalo sangat kecil, bahkan tidak ada. Padahal, menurut Budi, Penggunaan data bisa didapatkan untuk memperbaiki kebijakan.

“Saya sendiri menganggap JAPESDA sebagai mitra strategis, karena bisa saja kami mengalami kekeliruan terhadap perancangan sebuah kebijakan. Kami juga ingin merancang sebuah kebijakan yang bisa menuntaskan beberapa isu terutama untuk masalah kemiskinan yang ada di sektor perikanan dari nelayan dan pulau-pulau kecil,” terangnya.

Kemudian, pembahasan tentang pentingnya data untuk menunjang potensi perikanan juga dikuatkan oleh pemaparan dari M. Sayuti Djau, perwakilan unsur akademisi, dosen Universitas Muhammadiyah Gorontalo. Dirinya mengatakan, data hasil tangkapan di wilayah konservasi di Gorontalo sangat minim. Di DKP sendiri dalam melaporkan data produksi perikanan dilakukan secara online dan vertikal.

“Saya melihat sendiri pendataan ini sudah diinisiasi oleh JAPESDA di wilayah dampingannya,” jelas Sayuti. (**)

Related posts