GORONTALO – Gorontalo menjadi lokasi penetapan Hari Maleo Sedunia (World Maleo Day) oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Sabtu (21/11/2020).
Dipilihnya tangaal 21 November sebagai hari maleo sedunia adalah untuk mengenang pelepasliaran pertama kali program pelestarian maleo di taman nasional ini oleh Wildlife Conservation Society (WCS) yang bekerjasama dengan Balai Taman Nasional Bogani Nani Wartabone (TNBNW).
“Pencanangan hari burung maleo sedunia ini merupakan kolaborasi antara Balai Taman Nasional Bogani Nani Wartabone, Wildlife Conservation Society (WCS) bersama Pemerintah Kabupaten Bone Bolango dan sejumlah mitra lainnya,” kata Supriyanto, Kepala BTNBNW, Sabtu (21/11/2020).
Dalam pencangan ini mitra lainnya yang terlibat adalah EPASS Project dan Perkumpulan Biodiversitas Gorontalo (BIOTA). Burung maleo yang memiliki nama latin Macrocephalon maleo merupakan satwa endemik pulau Sulawesi. Burung ini merupakan anggota famili Megapodidae, arti harfiah megapoda adalah berkaki besar. Anggota famili ini memiliki wilayah sebaran terutama di pulau Papua dan benua Australia.
“Anggota famili ini umum dikenal sebagai ‘burung termometer’ (thermometer birds), ‘burung inkubator’ (incubator birds) atau ‘burung pembangun tumpukan’ (mound builders). Semuanya menunjuk pada perilaku menetaskan telurnya,” kata Iwan Hunowu, Sulawesi Program Manager, Wildlife Conservation Society– Indonesia Program (WCS- IP).
Secara fisik burung maleo memiliki panjang tubuh antara 55-60 cm dengan berat 1,6 kg. Burung ini memiliki tungkai yang besar. Kaki yang besar merupakan adaptasi untuk menggali tanah/pasir ketika burung ini akan bertelur.
Iwan Hunowu menjelaskan maleo memiliki sebaran hidup alami di Pulau Sulawesi dan Buton. Tempat tinggal burung ini adalah hutan, dari daerah pantai sampai ketinggian di atas 1200 mdpl.
“Maleo memiliki perilaku bertelur yang unik. Pada waktu bertelur induk akan mengunjungi tempat bertelur bersama pasangannya, dan telur diletakkan di dalam lubang yang digali secara bergantian,” tutur Iwan Hunowu.
Perilaku burung ini pada saat juga menarik, karena proses bertelur dilakukan secara komunal, artinya sebuah tempat bertelur akan digunakan oleh banyak pasang burung maleo.
Keunikan lainnya adalah maleo tidak pernah mengerami telurnya, tapi membiarkan telurnya menetas oleh panas matahari atau panas bumi.
“Anak-anak yang menetas kemudian akan menggali tanah untuk mencapai permukaan sebelum terbang menuju hutan,” kata Iwan Hunowu..
Pencanangan hari maleo sedunia ini dilakukan pada Festival Maleo yang berlokasi di obyek wisata alam Lombongo, Kabupaten Bone Bolango.
Kegiatan ini dihadiri oleh Direktur Knnservasi Keanekaragaman Hayati Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Indra Eksploitasia, Asisten Bidang Administrasi Pembangunan Pemerintah Provinsi Gorontalo Sutan Rusdi dan Sekretaris Daerah Bone Bolango Ishak Ntoma, sejumlah kepala balai taman nasional serta mitra balai TNBNW. (rls)