Gorontalo – Di lokasi Sub B yang dihuni oleh lebih kurang 155 KK nasibnya “lebih baik”. Warga transmigran tahun 2011 itu sebagian besar sudah menerima lahan Usaha 1 masing-masing 900 meter persegi. Mereka tinggal menanti janji lahan usaha 2 yang belum teralisasi.
Pihak Dinas Transmigrasi Kabupaten Gorontalo berdasarkan hasil rapat beberapa waktu lalu pernah menjanjikan bantuan ternak sapi sebagai kompensasi lahan usaha 2. Kompensasi yang ditolak warga karena hanya berupa anakan sapi.
Di lokasi milik Paijo di Sub A lebih kompleks. Selain status kepemilikan lahan usaha 1 masih belum jelas, lahan usaha 2 statusnya sama dalam hal kejelaaan letak dan kepemilikan. Sebagian di antaranya bahkan sudah dikerjasamakan dengan perusahaan sawit dengan sistem plasma (bagi hasil).
“Umpama lahannya pak Marzuki yang bermasalah, kita lapor maka pindah lagi ke atas (pindah lahan lain). Jadi sebetulnya kita belum tau itu lahan 1 atau lahan 2. Kemudian ada sebuah perusahaan (sawit) mencari lahan. Orang lokal bilang itu tanah jawa-jawa (meskipun belum diketahui pasti itu lahan siapa),” terang Paijo.
Warga tidak punya banyak pilihan. Kepemilikan tanah yang kabur dengan himpitan ekonomi membuat mereka setuju dikerjasamakan. Terlebih ada klaim yang menyebut tanah itu sebetulnya sudah berada di luar koordinat transmigran alias berstatus tanah HGU sawit.
“Kasihan pak kami hanya bekerja menjadi buruh, tanpa ada kepastian lahan. Kami kemarin kumpul uang beli tanah harga dua puluh juta tidak ada. Tanah di sini sudah mahal pak, dua puluh lima juta satu hektar. Kita tidak mencari siapa yang salah, yang penting nasib kami mana yang belum dapat segera teralisasi,” timpal warga lain.
Jika persoalan tanah selesai, maka persoalan lain menanti. Beberapa aspirasi yang didengar langsung oleh Gubernur Rusli yakni menyangkut akses jalan ke perkampungan. Hampir di semua daerah transmigrasi di pedalaman, masalah jalan rusak sudah menjadi rahasia umum.
Berikutnya menyangkut Ketersediaan air bersih. Bagi warga yang tinggal di bukit-bukit, ketersediaan air bersih menjadi barang langka. Atas inisiatif pemprov beberapa tahun lalu, sudah dibangun penampungan air bersih di beberapa titik.
“Menyangkut air bersih pak, kebetulan air ini program provinsi pak dan sudah dimanfaatkan oleh warga. Yang dituntut oleh pak Hartoyo (perwailan warga) itu menyangkut sambungan ke rumah-rumah,” kata Lasindrang Hemu, mantan kepala desa setempat. (Bersambung).
Sumber: Humas Pemprov Gorontalo