Menkopolhukam Mahfud MD secara terang-terangan kembali mendorong upaya kriminalisasi kelompok LGBT lewat revisi Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP). Pernyataan itu dinilai memperburuk intimidasi dan kekerasan terhadap kelompok minoritas tersebut.
Pojok6.id (Jakarta) – Berbicara pada wartawan di Bali, Rabu, (18/5), Mahfud MD menyatakan RKUHP sudah mengatur pemidanaan terhadap LGBT namun pembahasannya terhenti pada 2017. Oleh karena itu dia mendorong beleid tersebut segera digolkan, dan jika ada yang tidak setuju, bisa menggugat ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Sejumlah organisasi masyarakat sipil mengecam pernyataan tersebut. Novia Permatasari dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Masyarakat menyatakan bahwa pidana LGBT lewat RKUHP melanggar ranah privasi warga negara. Selain itu, pemerintah tidak boleh tunduk pada kelompok mayoritas.
“Jangan hanya karena landasan moral yang dipercaya oleh masyarakat mayoritas kemudian mengabaikan – bahkan sampai melanggar – hak-hak kelompok minoritas,” ujarnya ketika dihubungi oleh VOA.
Novia menambahkan, pemidanaan itu dapat memperparah intimidasi, ujaran kebencian, dan stigma. Saat ini pun, LGBT sudah banyak menerima diskriminasi dan kekerasan berbasis gender. Dalam data organisasi Arus Pelangi, terdapat 1.850 individu LGBT telah menjadi korban kekerasan dalam kurun waktu 2006-2018.
“Terhadap berbagai pelanggaran tersebut negara belum hadir untuk menyelesaikan dan memberikan keadilan. Dan kini justru ada wacana untuk mengkriminalisasi mereka melalui KUHP yang mana artinya akan menambah belanja masalah itu sendiri,” tandas Novia.
Komunitas LGBT Tak Ingin Legalisasi Perkawinan
Hal senada diutarakan Crisis Response Mechanism (CRM), yang mendampingi kelompok minoritas seksual dan gender menghadapi krisis. Riska Carolina dari CRM mempertanyakan sikap Mahfud MD yang dengan entengnya mengkriminalisasi warga negara. Padahal, ujar dia, LGBT merupakan warga negara yang setara di mata hukum.
“Kan Mahfud MD ngerasa LGBT tuh serangan banget gitu ya terhadap Pancasila, sepertinya gitu. Kami ini apa sih? Kami itu bukan warga negara? Kami juga warga negara, kami berhak untuk dilindungi, kami berhak untuk dihargai hidupnya,” katanya.
Tidak ada hukum yang spesifik mempidana LGBT di Indonesia. Namun peraturan daerah yang menarget komunitas sudah muncul di Kepulauan Riau, Sumatera Selatan, Sumatera Barat, Kalimantan Selatan, dan Jawa Barat. Perda diskriminatif terbaru terbit di Bogor, Jawa Barat, pada awal 2022.
Riska mengatakan, komunitas LGBT di Indonesia tidak meminta legalisasi perkawinan. Komunitas LGBT, ujarnya, hanya minta supaya kekerasan dan diskriminasi dihentikan.
“Pasti yang diomongin adalah (legalisasi lewat) UU no 1 tahun 74 tentang Perkawinan. Tidak ada yang menuju ke arah sana gitu lho. Kami tidak ingn macam-macam. Kami menginginkan tidak didiskriminasi, tidak dilakukan kekerasan, tidak dilakukan ujaran kebencian terhadap kami. Itu saja,” pungkasnya.
Youtube Edukasi LGBT Diretas
Sementara itu, Suara Kita, media advokasi kelompok LGBT, mendapat peretasan pada saluran Youtube-nya. Hal ini terjadi tepat ketika Mahfud MD membahas kembali pemidaan LGBT melalui Twitter bersama politisi senior Partai Keadilan Sejahtera, Tifatul Sembiring.
Krishna dari Suara Kita menjelaskan, bahwa akun email mereka diretas. Berikutnya, seluruh video dan saluran Youtube-nya hilang. Dia mengaku panik dan bingung atas peretasan tersebut.
“Karena kalau kita lihat Youtube Suara Kita kan bukan konten kontroversial, karena hanya video-video edukasi dan sharing. Dan itu juga diuploadnya sudah lama, bukan akhir-akhir ini,” ujarnya kepada VOA saat dihubungi terpisah.
Krishna menceritakan bahwa saluran Youtube Suara Kita tidak memuat hal-hal yang kontroversial. Justru saluran tersebut menayangkan berbagai konten edukasi, kehidupan komunitas, serta kerja advokasi.
“Jadi info-info ini tuh positif dan penting disebarkan. Tidak hanya untuk masyarakat umum untuk mengedukasi mereka, tapi penting bagi komunitas sendiri supaya mereka tahu ada yang lagi berjuang membela hak mereka dan ada progress,” tambahnya.
Dengan bantuan sejumlah organisasi advokasi digital, Suara Kita berhasil mengakses kembali saluran Youtube-nya. Saat ini, seluruh videonya sudah tampil kembali. [voa]