BKSDA : 3 Wilayah Cagar Alam Panua Masih Terdapat Aktivitas Pertambangan Emas

Pertambangan
Syamsudin Hadju, Kepala Seksi BKSDA Wilayah II Sulut di Gorontalo. (Foto_aan)

GORONTALOBalai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Wilayah II Sulut di Gorontalo menyatakan bahwa tiga wilayah di Cagar Alam Panua, Kabupaten Pohuwato masih terdapat aktivitas pertambangan emas.

Hal itu terungkap melalui penjelasan Syamsudin Hadju, Kepala seksi Wilayah II Sulut di Gorontalo. Saat Rapat Dengan Pendapat (RDP) yang dilaksanakan oleh Provinsi Gorontalo, terkait persoalan pertambangan rakyat yang ada di Kabupaten Pohuwato, Selasa (13/10/2020)

Syamsudin Hadju menguraikan 3 wilayah Cagar Alam yang masih ada aktivitas pertambangan emas itu meliputi, Karya Baru di Kecamatan Dengilo, Kecamatan Buntulia, dan Desa Balayo.

Read More

“Tiga wilayah tersebut sampai dengan saat ini masih ada aktivitas pertambangan yang berlangsung, terlebih untuk aktivitas pertambangan di Desa Balayo yang sangat berbahaya. Karena wilayah itu merupakan wilayah tangkapan air sebagai penyuplai air PDAM Tirta Maleo dibeberapa kecamatan di Kabupaten Pohuwato” Jelas Syam.

Syam juga menerangkan pihaknya sendiri sudah melakukan upaya-upaya preventif untuk mengamankan wilayah Cagar Alam Panua, dari aktivitas pertambangan emas yang dilakukan secara masif oleh oknum yang tidak bertanggung jawab.

“Upaya-upaya mengamankan wilayah Cagar Alam dari aktivitas pertambangan ini sudah kita lakukan, terlebih dimasa pandemi kita sudah melakukan sosialiasi bagi warga dan melakukan pertemuan dengan pihak Kepolisian serta koordinasi dengan Pemerintah kabupaten Pohuwato” Kata Syam.

Lebih lanjut Syam mengatakan dengan keluarnya Surat Keputusan No. 325 pada Tahun 2000, menyangkut luasan Cagar Alam Panua yang mengalami perubahan penurunan luasan kawasan. Yang diharapkan bisa mengakomodir kepentingan masyarakat untuk melakukan aktivitas pertambangan ternyata tidak bisa dilakukan.

“Kami sebagai pengelola kawasan berpikir dengan berubahnya luas kawasan Cagar Alam Panua yang semula 45.575 hektar dengan keluarnya SK 325 Tahun 2000 menjadi 36.000 hektar itu, sudah bisa mengakomodir kepentingan masyarakat. Namun ternyata tidak, malah semakin masif aktivitas pertambangan yang dilakukan oleh masyarakat” Ungkap Syam.(aan)

Related posts